BREAKING NEWS

10/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Gugatan UU PPP Tidak Dikabulkan MK, Berpotensi Omnibuslaw Berlaku

 



JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian formil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) pada Senin (5/9/2022). Sidang perkara Nomor 82/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh lima Pemohon yang terdiri atas Islamil Hasani dan Laurensius Arliman yang berprofesi sebagai dosen, Bayu Satria Utomo yang merupakan mahasiswa, dan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Sidang dipimpin Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dengan didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Para Pemohon melalui kuasa hukum Shevierra Danmadiyah dalam persidangan menyampaikan beberapa alasan permohonan. Para Pemohon menilai revisi kedua dari UU P3 tidak memenuhi syarat sebagai RUU kumulatif terbuka. Sebab, UU tersebut bukanlah suatu bentuk tindak lanjut dari Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 karena putusan tersebut sama sekali tidak menyebutkan UU P3 bertentangan dengan UUD 1945.  Hal yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah dan DPR adalah melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja yang bermasalah, di antaranya, Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pasal 72 ayat (1) huruf a, Pasal 73 ayat (1), Pasal 96 ayat (3).  

“Revisi UU PPP secara terang telah melanggar aspek perencanaan dan menyalahgunakan daftar akumulatif terbuka sebagai alat penyelundupan hukum. Dengan demikian, perencanaan revisi UU PPP inkostitusional karena tidak mengindahkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 22A UUD 1945,” jelas Shevierra.

 

Proses Pembahasan Tergesa-Gesa

Selain itu, para Pemohon juga mendalilkan bahwa proses pembahasan UU P3 tidak memperhatikan pastisipasi masyarakat dan dilakukan secara tergesa-gesa. Sebab, sambung Shevierra, pada praktik partisipasi dalam pembentukan revisi UU P3 hanya sampai pada tangga “informing” karena informasi hanya diberikan secara satu arah dari pembentuk undang-undang ke publik tanpa adanya saluran untuk memberikan umpan balik dan tidak ada kekuatan untuk negosiasi. Alat komunikasi yang sering digunakan untuk komunikasi ini hanyalah media berita, pamflet, poster, dan alat komunikasi sederhana lainya.

Kuasa hukum berikutnya, Sayyidatul Insiyah, mengatakan para Pemohon juga menyebutkan UU P3 merupakan inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR pada 8 Februari 2022 yang disahkan pada 24 Mei 2022. Sehingga proses pembahasan hanya dilakukan selama 7 April 2022 hingga 24 Mei 2022. Di samping itu, para Pemohon mengatakan pembentukan UU P3 melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Oleh karenanya, revisi dari UU P3 tidak mengindahkan asas kejelasan tujuan, asas kelembagaan, asas dapat dilaksanakan, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas kejelasan rumusan, dan asas keterbukaan.

 

Kelengkapan Permohonan

Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberikan nasihat tentang kelengkapan tanda tangan dari para kuasa hukum yang mewakili para Pemohon, yang berjumlah 33 orang kuasa hukum. Berikutnya, Arief juga meminta agar para Pemohon mempertegas kedudukan hukum para Pemohon yaitu membedakan antara Pemohon perseorangan dan kelompok. Di samping itu, para Pemohon juga harus memperhatikan pasal-pasal yang dijadikan dasar pengujian. “Mahkamah menguji dengan UUD 1945, maka akan terlihat lucu jika UU PPP yang lama dijadikan sebagai dasar pengujian,” jelas Arief.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo juga menyoroti tanda tangan para kuasa hukum. Suhartoyo mencermati 33 kuasa hukum, hanya 5 orang yang menandatangani. “Ini iharus diperbaiki, dan diyakini lagi pihak yang benar-benar bisa terlibat dalam membantu para Pemohon dalam perkara ini,” jelas Suhartoyo.

Sedangkan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menasihati para Pemohon agar menyertakan argumentasi terhadap permohonan yang diajukan. Pasalnya, dalam permohonan yang dimohonkan ini belum termuat argumentasi kerugian konstitusional yang dialami para Pemohon.

Sebelum menutup persidangan, Ketua Sidang Panel MK menyebutkan para Pemohon diberikan waktu 14 hari untuk menyempurnakan permohonan. Selanjutnya perbaikan permohonan dapat diserahkan ke Kepaniteraan MK selambat-lambatnya pada Senin, 19 September 2022.


https://youtube.com/shorts/XL8SmmOVJIg?feature=share


 

Penulis: Sri Pujianti

Editor: Nur R.

Humas: Andhini SF.


sumber:

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18484

Posting Komentar

0 Komentar